Rabu, 13 Mei 2015

TEORY KOGNITIF VYGOTSKY

1.      Biografi Singkat
Lev Semyonovich Vygotsky lahir pada tahun 1896 di Tsarist Russia, di suatu kota Orscha, Belorussia dari keluarga kelas menengah Keturunan Yahudi. Dia tumbuh dan besar di Gomel, suatu kota sekitar 400 mil bagian barat Moscow. Sewaktu dia masih muda, dia tertarik pada studi-studi kesusastraan dan analisis sastra, dan menjadi seorang penyair dan Filosof. Vygotsky mulai bekerja dalam bidang psikologi pada tahun 1924 pada saat psikolog Rusia, Luria dan Leontiv, tertarik pada kepandaian dosen muda itu di Intitute of Psychology Moscow. Mereka menyumbangkan psikologi baru berdasarkan aliran Marxisme sebagai bagian dari keadaan sosialis baru yang mengikuti revormasi Rusia.
Vygotsky bekerja kolaboratif bersama Alexander Luria and Alexei Leontiev dalam membuat dan menyusun proposal penelitian yang sekarang ini dikenal dengan pendekatan Vygotsky. Selama hidupnya Vygotsky mendapat tekanan yang begitu besar dari pemegang kekuasaan dan para penganut idelogi politik di Rusia untuk mengadaptasi dan mengembangkan teorinya.
Lev Vygotsky meninggal dalam usia 37 tahun, akibat penyakit TBC, setelah bekerja selama 10 tahun di bidang psikologi. Kepeloporannya dalam meletakkan dasar tentang psikologi perkembangan telah banyak mempengaruhi sekolah pendidikan di Rusia yang kemudian teorinya berkembang dan dikenal luas di seluruh dunia hingga saat ini.
2.      Teori Kognitif menurut Konsep Vygotsky
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori ini berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya.
Perkembangan kognitif berhubungan dengan keterampilan sosial yang diperoleh melalui interaksi sosial dalam kaitannya dengan perkembangan biologis kultural. Demikian konsep ini digagas oleh Psikologi kognitif, Vygotsky, yang lebih menekankan perkembangan kognitif anak dalam perspektif perkembangan social kultural, dan interaksi social.
Vygotsky adalah pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vigotsky tidak setuju dengan pandanga Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri. Karya Vygotsky didasarkan pada tiga ide utama: 
1.      Bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka ketahui.
2.      Bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya pengembangan intelektual.
3.      Peran guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran siswa.
Menurut teori Piaget Perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan anak. seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar secara aktif dilingkungan sekolah. Tapi Vygotsky tidak sependapat dengan Peaget, Vygotsky menekankan pada pembelajaran sosiokultural. Inti dari teori Vygotsky yaitu penekanan pada interaksi pembelajaran antara aspek internal dan aspek eksternal pada lingkungan sosial.
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat sekunder. Artinya, pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial diluar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkontruksi pengetahuannya. Perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan sosial yang aktif pula.
Konsep-konsep penting teory Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai dengan teori belajar dan pembelajaran antara lain:
a.       Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan anak akan tumbuh dan berkembang melewati dua tatanan, yaitu tatanan sosial tempat anak-anak membentuk lingkungan sosialnya, dan tatanan psikologis di dalam diri anak yang bersangkutan.Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan serta perkembangan kognitif anak. Dikatakan bahwa fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi dalam diri anak akan muncul dan berasal dari kehidupan sosialnya. Sementara itu fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
b.      Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain.  Zone of proximal development adalah wilayah di antara tingkat perkembangan anak saat ini yang ditentukan oleh kemampuan mengatasi masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan yang dapat dicapai anak melalui bimbingan orang dewasa atau berkolaborasi dengan sebaya yang lebih mampu. Zona perkembangan promaksial dapat juga diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Ibaratnya sebagai embrio, kuncup atau bunga, yang belum menjadi buah. Tunas-tunas perkembangan ini akan menjadi matang melalui interaksinya denga orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Gagasan Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal ini mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak.
Zona perkembangan proksimal bertujuan mendukung pembelajaran secara intensional. Pendekatan sosiokultural Vygotsky tentang belajar dan zona perkembangan proksimal dapat dengan sukses diaplikasikan dalam studi kolaboratif, khususnya dalam kegiatan belajar kelompok.
Berpijak pada konsep zona perkembangan proksimal, maka sebelum terjadi internalisasi dalam diri anak, atau sebelum kemampuan intramental terbentuk, anak perlu dibantu dalam proses belajarnya. Orang dewasa dan teman sebaya yang lebih kompeten perlu membantu dengan berbagai cara seperti memberikan contoh: memberikal feedback, menarik kesimpulan, dan sebagainya dalam rangka perkembangan kemampuannya.
c.       Mediasi
Menurut Vygotsky, kunci utama untuk mematuhi proses-proses sosial dan psikologis adalah tanda-tanda atau lambang-lambang yang berfungsi sebagai mediator. Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut merupakan produk dari lingkungan sosio-kultural di mana seseorang berada.[ 
Dalam kegiatan pembelajaran, anak dibimbing oleh orang dewasa atau oleh teman sebaya yang lebih kompeten untuk memahami alat-alat semiotik. Anak mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak.
Ada dua jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi kognitif.  mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan untuk melakukan regulasi diri, self-planning, self-monitoring, self-checking, dan self-evaluating. Sedangkan mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem.
Berdasarkan pada teori Vygotsky di atas, maka akan diperoleh keuntungan jika:
a.       Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang.
b.      Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya dari pada tingkat perkembangan aktualnya.
c.       Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya dari pada kemampuan intramentalnya.
d.      Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan procedural yang dapat digunakan untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan maslah.
e.       Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi, yaitu suatu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.
3.      Aplikasi Teori Kognitif Vygotsky dalam Pembelajaran
a.      Penerapan dalam Pembelajaran
Sumbangan paling penting dari teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat sosiokultural dari perkembangan dan pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama antar-individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap dalam diri individu.
Gagasan Vygotsky bila diterapkan dalam konteks pembelajaran, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut. Pada setiap perencanaan dan implementasi pembelajaran perhatian guru harus dipusatkan kepada kelompok anak yang tidak dapat memecahkan masalah belajar sendiri, yaitu mereka yang hanya dapat memecahkan masalah belajar sendiri, yaitu mereka yang hanya dapat solve problems with help. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan (helps) yang dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan-bantuan tersebut dapat dalam bentuk pemberian contoh-contoh, petunjuk atau pedoman mengerjakan, bagan/alur, langkah-langkah atau prosedur melakukan tugas, pemberian balikan, dan sebagainya.
Bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih kompeten sangat efektif untuk meningkatkan produktifitas belajar. Bantuan-bantuan tersebut tentunya harus sesuai dengan konteks karakteristik anak. Bimbingan oleh orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten bermanfaat untuk memahami alat-alat semiotic, seperti bahasa, tanda, dan lambing-lambang. Anak mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak. Maka bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif, serta pembelajaran kontekstual sangat perlu diterapkan.
Kelompok anak yang cannot solve problem meskipun telah diberikan berbagai bantuan, perlu diturunkan ke kelompok yang lebih rendah kesiapan belajarnya sehingga setelah diturunkan, mereka juga berada pada zone of proximal development nya sendiri, dan oleh karena itu siap memanfaatkan batuan atau scaffolding yang disediakan. Sedangkan kelompok yang telah mampu solve problems independently harus ditingkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu buang-buang waktu dengan tagihan belajar yang sama bagi kelompok anak yang ada di bawahnya.
Dengan pengkonsepsian kesiapan belajar demikian, maka pemahaman tentang karakteristik siswa yang berhubungan dengan kemampuan awalnya sebagai pijakan dalam pembelajaran perlu lebih dicermati artikulasinya, sehingga dapat dihasilkan perangkat lunak pembelajaran yang benar-benar menantang namun tetap produktif dan kreatif.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Lutfi.  2012. Makalah Teori Belajar Kognitif, http://upi-luthfiahmad.blogspot.com, diakses pada tanggal 30/09/2013.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Gunawan, Bakti. 2012. Penerapan Teori Belajar Vygotsky dalam Interaksi Belajar Mengajar. http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/31/penerapan-teori-belajar-vygotsky-dalam-interaksi-belajar-mengajar-431539.html, diakses pada tanggal 24/10/2013
Isjoni. 2012. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Jarvis, Matt. 2007. Theoritical Approaces in Psychology, diterjemahkan oleh SPA-Teamwork, Teori-teori Psikologi: Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia. Bandung: Penerbit Nusamedia & Penerbit Nuansa.
Muhammad Saifudin, Muhammad. 2012. Teori Kognitif Vygotsky, http://blog.uin-malang.ac.id, diakses pada tanggal 30/09/2013.
Nahampun, Jepris. 2012.  Aplikasi Teori Vygotsky pada Materi Sifat-Sifat Cahaya, http://jeperis.wordpress.com/2012/10/25/aplikasi-teori-vygotsky-pada-materi-sifat-sifat-cahaya/, diakses pada tanggal 24/10/2013
Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Thalib, Syamsul Bachri. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Woolfolk, Anita. 2009.  Educational Psychology Active Learning Edition Tenth Edition, diterjemahkan oleh Helly Prajitno dan Sri Mulyantini, Educational Psychology Active Learning Edition Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

MULTIPLE INTELLIGENCES

1.        Teori Multiple Intelligences
Menurut bahasa Intelligences (kecerdasan) diartikan sebagai kemampuan dalam memahami hal-hal yang abstrak. Sedangkan menurut istilah kecerdasan dapat didefinisikan sebagai kesanggupan seseorang untuk beradaptasi dalam berbagai situasi dan dapat diabstraksikan pada suatu kualitas yang  sama. Sementara itu Horward Gardner, seorang profesor psikologi dari Harvard University menyatakan bahwa Intelegensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang beragam dan dalam situasi yang nyata. Menurutnya suatu kemampuan disebut kecerdasan jika:
a.         Menunjukkan suatu kemahiran dan ketrampilan seseorang dalam memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya.
b.        Adanya unsur pengetahuan dan keahlian.
c.         Bersifat universal dan harus berlaku bagi banyak orang.
d.        Kemampuan didasarkan karena unsur biologis, bukan sesuatu yang terjadi karena latihan.
e.         Kemampuan sudah ada sejak lahir, meski di dalam pendidikan dapat dikembangkan.
Teori yang dikemukakan oleh Gardner mengungkapkan bahwa kecerdasan seseorang tidak dapat diukur dengan tes-tes IQ, karena tes tersebut hanya mampu mengukur sebagian kecil dari kecerdasan yang dimiliki seseorang. Selanjutnya ia menemukan bahwa tidak ada satupun kegiatan manusia yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang ada atau sering disebut kecerdasan ganda (multiple inelligences). Kecerdasan-kecerdasan tersebut bersifat mandiri satu dengan yang lain. Sebagai bukti adanya kecerdasan ganda, Gardner menunjukkan kejadian-kejadian di mana kemampuan kognitif tertentu tetap bertahan meskipun terdapat kerusakan otak. Ia menunjuk pada anak-anak yang jenius dan individu-individu yang mengalami keterbelakangan (seperti autis) tetapi memiliki keahlian luar biasa dalam bidang tertentu.  Dari teori yang dikemukakan Gardner tersebut dapat diketahui bahwa setiap individu memiliki berbagai macam kecerdasan yang terdapat dalam dirinya. 
2.        Macam-Macam Multiple Intelligences
 Howard Gardner mengungkapakan setiap orang memiliki bermacam-macam jenis kecerdasan yang tersusun menjadi satu dengan cara yang unik dan kombinasi yang berlainan. Hal ini menegaskan bahwa kecerdasan yang ada pada seseorang bukan hanya berkaitan dengan berpikir (kecerdasan logis dan matematis) saja, melainkan terdapat berbagai macam kecerdasan lain. Adapun macam-macam kecerdasan tersebut diantaranya adalah:
a.         Kecerdasan Linguistik
Kemampuan seseorang dalam menggunakan kata-kata, baik secara lisan maupun tulisan untuk mengekspresikan ide-ide atau gagasan yang dimilikinya.
Kemampuan berbahasa juga terkandung dalam ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa manusia disebut makhluk Al-Bayan yang mengandung arti mampu berbicara dan berkomunikasi. Firman Allah dalam Surat Al-Rahman 1-4:
“ (Tuhan) yang Maha pemurah, yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan manusia. mengajarnya pandai berbicara” (Q.S. Al-Rahman:   1-4)
Pada anak-anak dengan kecerdasan linguistik dapat dilihat dari kemampuan baca tulis, berkomunikasi, bercerita, menguraikan dan menghubungkan kata-kata dengan tepat, pandai mengingat atau menghafal dan memiliki lebih banyak kosa kata untuk anak seusianya.
Cara belajar terbaik untuk anak-anak dengan kecerdasan ini adalah dengan mengucapkan, mendengar dan melihat kata-kata. Orangtua dapat memotivasinya dengan menyediakan banyak buku, sering mengajak mereka berbicara, main tebak kata, bercerita sampai menggunakan ide-ide mereka atau perasaan mereka ke dalam sebuah tulisan.
b.        Kecerdasan Logis Matematis
Kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan dalam mengolah angka atau kemahiran dalam menggunakan logika. Anak-anak dengan kecerdasan ini mempunyai kemampuan berhitung/atitmatik yang baik (di luar kepala), senang bertanya, bereksperimen, menyusun atau merangkai teka-teki, suka permainan strategi (catur).
Orang tua dalam hal ini sebaiknya lebih sabar dalam melayani berbagai pertanyaan yang diberikan oleh mereka dan menyiapkan jawaban yang logis, meyediakan buku-buku pengetahuan dan ensiklopedi, menyediakan alat permainan strategi serta mengajarkan metode sempoa aritmatika.
c.         Kecerdasan Spasial/Visual
Kemampuan sesorang untuk memahami secara lebih mendalam antara objek dan ruang.Yang termasuk dalam kecerdasan ini adalah kemampuan dalam mengenal bentuk dan benda secara tepat, menggambarkan suatu hal/benda yang ada di dalam pikiran dan mengubahnya ke dalam bentuk nyata. Selain itu mereka juga memiliki persepsi yang tepat tentang suatu benda dengan ruang disekitarnya dan dapat memandang dari segala sudut. Anak-anak dengan kecerdasan visual memiliki ciri suka menggambar, peka terhadap citra, warna dan bentuk, senang bermain puzzle, permainan rancang bangun dan suka berimajinasi atau menghayal.
Orang tua perlu memberi kesempatan yang luas pada anak untuk mengasah kemampuan menggambarnya, menyediakan alat permainan yang sesuai dengan minatnya dan menggunakan media seperti film, CD, peta sebagai sarana belajar.
d.        Kecerdasan Kinestetik-Jasmani
Kemampuan seseorang untuk menggerakkan tubuh sesuai dengan fungsinya, bahkan mampu mengolah gerakan tubuh yang menarik. Pada umumnya mereka menyukai aktivitas yang bergerak seperti berlari dan melompat, menyukai olahraga, ketrampilan dan kerajinan tangan, pandai menirukan gerakan atau perilaku orang lain.
 Orang tua perlu memfasilitasi anak-anak dengan kecerdasan ini melalui kegiatan yang banyak melibatkan kemampuan fisik/gerak seperti bermain bola, berenang, bela diri.
e.         Kecerdasan Musikal
Kecerdasan yang melibatkan kepekaan terhadap irama atau melodi musik, kemampuan menyanyikan sebuah lagu, memainkan alat musik, menciptakan lagu atau sekedar menikmati musik. Hal ini dapat dijumpai dengan anak yang cepat menirukan nada/lagu, pandai dalam mengubah atau menciptakan lagu, senang dan pandai bernyanyi, senang belajar dengan iringan musik.
Orangtua hendaknya memberi kesempatan kepada anak untuk belajar dengan ketukan/irama, bermain musik atau belajar menyanyi.
f.         Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan yang melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita, seperti burung, bunga, pohon, flora dan fauna. Anak-anak dengan kecerdasan ini merupakan anak yang mencintai alam dan lingungannya, senang berkebun, bertani, memelihara binatang, membawa pulang serangga, mengumpulkan bebatuan, pandai melihat perubahan cuaca dan meneliti tanaman.
Cara mengajar untuk mereka adalah dengan membawanya ke alam terbuka, berpetualang, melakukan penelitian, mengamati makhluk hidup, mengunjungi kebun binatang.
g.        Kecerdasan Interpersonal
Kemampuan seseorang dalam hal dapat memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Kecerdasan ini terutama dapat tanggap dengan suasana hati orang lain. Pada tingkat yang lebih tinggi, kecerdasan ini dapat membaca konteks kehidupan orang lain dan dapat mengambil keputusan. Anak-anak dengan kecerdasan ini biasanya mudah bergaul/cepat beradaptasi, punya banyak teman, suka permainan kelompok, mempunyai bakat sebagai pemimpin.
Cara belajar yang tepat bagi mereka adalah  dengan berkelompok, mengajari teman-temanya, bersilaturahmi.
h.        Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan dalam memahami diri sendiri, mampu menempatkan diri, mengetahui kelemahan dan kekuatan diri serta pandai dalam mengelola emosi/perasaan. Pada anak-anak biasanya mereka lebih terlihat percaya diri, mampu belajar dari kesalahan, tepat dalam mengekspresikan emosi, mudah berkonsentrasi. Mereka dapat diberi kepercayaan untuk menempatkan target, memilih kegiatan dan memotivasi diri sendiri.
Peran orang tua dalam hal ini perlu memberi kepercayaan kepada anak dengan mendukung kemandirian mereka dalam berpikir dan merencanakan, termasuk menghargai privasi mereka. Kecerdasan intrapersonal dan interpersonal dapat disebut dengan kecerdasan emosional.
i.        Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan dalam memahami kebermaknaan hidup. Atau kepekaan seseorang untuk memahami dan meyakini keberadaan Tuhan serta terlibat dalam aktivitas keruhanian. Pada anak-anak, potensi kecerdasan spiritual mudah untuk diarahkan sejak dini. Anak dengan kecerdasan ini lebih mudah untuk menerima konsep-konsep tentang Allah SWT, tertarik dengan kegiatan keagamaan, mampu mengambil pelajaran dari pengalaman, peka terhadap kesalahan, tampak lebih religius untuk anak seusianya.
Peran orang tua disini adalah memberi kesempatan, dukungan dan apresiasi pada anak sesuai dengan kemampuan dan kemauanya. Seperti mengajak sholat ke Masjid, melatih puasa di bulan Ramadhan, mengikutkan di TPQ.
j.          Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan yang mencangkut kepekaan dan kemampuan seseorang dalam menghayati dengan benar keberadaan dirinya dan tujuan hidupnya.  Anak pada kecerdasan ini bisa belajar sesuatu dengan melihat gambaran besar: “mengapa kita disini?”, “untuk apa kita disini?”, “bagaimana posisiku dalam keluarga, sekolah dan teman-teman?”. 
Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memiliki nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat dan menunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti anak mengetahui tidak boleh merebut mainan teman dan tidak boleh berkelahi.
Peran orang tua dalam kecerdasan ini adalah dengan cara membantu anak untuk memahami kebesaran alam tempatnya dilahirkan, membuka pikirannya pada hal-hal yang lebih besar dan menambah rasa kagumnya terhadap ciptaan Tuhan.
Meskipun pada dasarnya semua orang memiliki semua macam kecerdasan tersebut namun dalam tingkatan yang bervariasi, sehingga tidak semuanya berkembang atau dikembangkan pada tingkatan yang sama. Pada umumnya satu kecerdasan lebih kuat dari pada yang lain, tetapi bukan berarti hal tersebut besifat permanen, karena di dalam diri manusia terdapat kemampuan untuk mengaktifkan semua kecerdasan itu.Dengan kata lain, kecerdasan bukanlah sesuatu yang tetap atau mati dan tidak dapat dikembangkan.
Pendidikan dalam hal ini mempunyai peranan yang sangat penting bagi pengembangan kecerdasan seseorang secara maksimal. Dengan demikian, seseorang anak yang memiliki kecerdasan kurang dibidang matematis-logis dapat dibantu dan dibimbing agar dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan matematis-logis. Hal inilah yang membedakan konsep kecerdasan ganda (Multiple Intelligences) dengan kecerdasan konvensional. Sehingga peran guru sangat penting  dalam meningkatkan kecerdasan pada masing-masing peserta didik.

3.        Aplikasi Multiple Intelligences dalam Kegiatan Pembelajaran
Secara umum kecerdasan yang dimiliki setiap orang dapat dikembangkan melalui program pendidikan. Untuk menerapkan teori multiple intelligences dalam program pembelajaran diperlukan usaha yang serius dari guru. Guru harus membiasakan diri mengembangkan program pembelajaran yang berorientasi pada siswa bukan pada materi atau dirinya sendiri. Sehingga anak dapat mengembangkan intelegensi secara maksimal. Terutama anak usia sekolah dasar (SD), karena pendidikan di SD/MI merupakan jenjang pendidikan yang mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Adapun cara yang dapat digunakan guru untuk mengetahui arah kecerdasan setiap siswa dalam pembelajaran di kelas seperti dengan mengetahui apa yang dilakukan siswa ketika mereka mempunyai waktu luang. Setiap guru dapat menggunakan catatan-catatan kecil praktis yang dapat digunakan untuk memantau kecendrungan perkembangan kecerdasan siswa di kelas. Guru juga dapat menyusun cheklist yang berisi kecerdasan-kecerdasan tersebut. Cheklist dapat digunakan untuk memantau kecerdasan siswa. Selain cheklist, ada cara lain yang dapat digunakan, yaitu mengumpulkan dokumen berupa foto, rekaman-rekaman lain yang berhubungan dengan aktivitas siswa, dan catatan-catatan di sekolah yang berhubungan dengan peringkat nilai semua mata pelajaran.
Kegiatan-kegiatan yang dapat digunakan untuk mengembangkan kecerdasan ganda antara lain, dengan menyediakan hari-hari karier, study tour, biografi, pembelajaran terprogram, kegiatan eksperimen, majalah dinding, papan display, membaca buku-buku yang bertujuan untuk mengembangkan kecerdasan ganda, membuat tabel perkembangan kecerdasan ganda atau human intelligience hunt.
Pada setiap siswa memiliki perbedaan kecendrungan dalam perkembangan kecerdasan ganda. Oleh karena itu, guru perlu menggunakan strategi umum maupun khusus dalam pembelajaran untuk mengembangkan kecerdasan siswa secara optimal. Teori kecerdasan ganda juga mengatakan bahwa tidak ada satu pendekatan atau strategi yang cocok digunakan pada semua siswa. Dalam hal pengukuran, kecerdasan ganda lebih mengutamakan pada studi dokumentasi dan proses pemecahan masalah. Apabila kegiatan diatas dapat dilakukan, ketrampilan kognitif siswa dapat berkembang dengan sendirinya.
Alternatif lain yang dapat digunakan dalam rangka memantau perkembangan kecerdasan siswa di kelas yaitu dengan memberdayakan siswa, seperti cheklist yang mencakup kecerdasan-kecerdasan diisi oleh siswa sendiri atau self monitoring bukan diisi oleh guru. Perkembangan kecerdasan juga dapat dilakukan dengan teknik tutor sebaya dengan cara guru menyeleksi siswa yang memiliki keunggulan dalam bidang tertentu yang akan membimbing teman-temannya yang kurang mampu dalam bidang tersebut. Belajar seperti ini akan potensial untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal. Sehingga guru dituntut untuk mampu mengetahui anak-anak yang memiliki kecerdasan unggul dan membentuk kelompok-kelompok sesuai dengan kebutuhan. Penerapan keceradasan ganda dalam pembelajaran tersebut sangat memerlukan dukungan dari pihak sekolah maupun orang tua, agar penerapannya dapat dilaksanakan dengan baik.

4.        Model Peningkatan Multiple Intelligences pada Siswa SD/MI
Proses pembelajaran pada siswa SD/MI pada semua bidang studi yang diajarkan di kelas diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam meningkatkan kemampuan dan kecerdasan ganda pada siswa tersebut.Adapun cara atau metode dapat dilakukan guru dalam meningkatkan kemampuan siswa berdasarkan jenis  kecerdasan yang spesifik diantaranya adalah:
a.         Kecerdasan Linguistik
Dalam meningkatkan kecerdasan bahasa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1)        Membuat diskusi kelas yang melibatkan semua siswa. Dimulai dengan sering bertanya tentang kondisi siswa atau lingkungan sekitarnya, menggali berbagai perasaanya. Kegiatan seperti ini dapat bermanfaat untuk mengendalikan emosi dan mengembangkan bahasa.
2)        Membacakan cerita. Kegiatan membacakan cerita perlu dibiasakan. Jika guru membiasakan membacakan cerita untuk siswa, maka siswa tidak merasakan kegiatan ini sebagai alternatif bermain tetapi menjadi kebutuhan. Ekspresi dan intonasi penutur cerita juga akan mengarahkan siswa untuk lebih mandiri dalam mengeksplorasi bacaan.
3)        Merangkai cerita. Memberikan siswa potongan-potongan gambar lalu meminta ia menyusunnya dan bercerita berdasarkan susunan gambar tersebut atau meminta siswa untuk bercerita tentang pengalamannya. Selain itu guru juga bisa melatih anak untuk menuliskan tentang perasaan atau pengalamannya.
4)        Bermain kartu huruf atau kata. Dimulai dari huruf ampelas, kartu huruf, kartu suku kata sampai kartu kata. Guru meminta siswa bermain tebak-tebakan, misalnya menyebutkan kata dengan awalan atau akhiran huruf tertentu.
5)        Bermain teka-teki silang, atau permainan lain yang berorientasi bahasa (monopoli, scrabble).
6)        Bermain peran, untuk mencoba berbagai peran sosial di sekitarnya, menyatakan peran sesuai jenis kelaminnya, mewujudkan imajinasi dan melatih kerja sama. Melalui dialog dalam bermain peran ini siswa akan berlatih berkomunikasi secara verbal dengan orang lain.
7)        Memutar film drama atau detektif lalu menuliskannya dalam bahasanya sendiri atau menceritakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada cerita selanjutnya. Bisa juga dengan langsung dijadikan bahan diskusi.
8)        Mengisi buku harian, dan menulis surat pada teman. Siswa dapat menulis hanya beberapa baris tulisan.
b.        Kecerdasan Spasial
Strategi dalam mengembangkan kecerdasan spasial diantaranya dengan cara:
1)        Mengajak melukis, menggambar atau mewarnai. Kegiatan ini termasuk kegiatan favorit anak usia SD/MI pada umumnya. Kegiatan ini juga dapat merangsang kreativitas, mengembangkan imajinasi, ajang ekspresi dan dapat melatih motorik halus siswa.
2)        Membuat prakarya, misalnya berbagai lipatan kertas yang akan melatih visual spasial siswa. Kegiatan ini juga akan membangun kepercayaan diri siswa tersebut.
3)        Menggambarkan benda-benda yang disebut dalam sebuah lagu atau sajak, sehingga siswa dapat melatih visualnya karena harus membayangkan dulu benda-benda yang akan digambarnya.
4)        Mengunjungi berbagai tempat untuk memperkaya pengalamannya dengan melakukan study tour yang diadakan sekolah, kemudian meminta siswa menggambarkan apa saja yang sudah dilihatnya. misalnya mengunjungi kebun binatang atau museum.
5)        Bermain membuat hiasan dengan pelubang kertas yang lubangnya berbentuk aneka hewan atau benda.
c.         Kecerdasan Matematis Logis
Adapun strategi atau metode dalam mengembangkan kecerdasan matematis logis antara lain dengan:
1)        Bermain puzzle, selain itu dapat juga dengan permainan lain seperti ular tangga atau kartu domino. Permainan ini membantu mengasah kemampuan memecahkan masalah dan menggunakan logika. Biasanya permainan ini dilakukan pada saat mata pelajaran matematika.
2)        Bermain dengan bentuk-bentuk geometri, pada anak usia SD/MI dengan mengajak anak membandingkan perbedaan berbagai bentuk geometri, kegunaan, mengelompokkan, dan mencari contoh benda di sekitarnya dengan bentuk geometri tertentu.
3)        Guru mengenalkan bilangan melalui nyanyian, tepuk, dan sajak berirama. Siswa dapat juga membuat tepuk atau lagu versi sendiri.
4)        Bermain menyusun pola tertentu, dengan kancing warna-warni atau benda lainnya, pengamatan atas berbagai rutinitas kejadian sehari-hari sehingga siswa memahami hubungan sebab akibat.
5)        Eksperimen sederhana misalnya dengan mencampur warna atau menuang air ke berbagai wadah dengan bermacam bentuk, mengukur besar kaki, menemukan konsep udara, mengukur panjang-berat-volume suatu benda, mengamati benda kecil dengan lup, menyeimbangkan batang kayu dan gantungan pakaian.
6)        Mengajarkan anak menggunakan komputer dan kalkulator.
d.        Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal dapat dikembangkan menggunakan cara seperti berikut:
1)        Melakukan karya wisata musik, misalnya guru mengajak siswa mengunjungi stasiun radio/ televsisi/ PH dan studio rekaman.
2)        Mengajak siswa bermain musik, baik alat musik sungguhan maupun alat musik buatan sendiri (misal dari kaleng bekas ditutup kertas semen, konser musik dapur, dsb).
3)        Meminta siswa untuk menciptakan sendiri irama, rap atau senandung, dan jika mungkin ditampilkan dengan alat musik.
4)        Meminta siswa untuk mengarang sebuah lagu sederhana baik mengganti syairnya saja maupun dengan melodinya.
5)        Menirukan berbagai nada, memperdengarkan musik instrumentalia, dan mengajak siswa bernyanyi bersama-sama.
e.         Kecerdasan Kinestetik
Strategi dalam mengembangkan kecerdasan fisik dapat dilakukan dengan cara:
1)        Mengajak siswa menari bersama. Kegiatan ini menuntut keseimbangan dan keselarasan gerak tubuh, dan kekuatan serta kelenturan otot.
2)        Bermain peran. Kegiatan ini menuntut siswa menggunakan tubuh untuk berekspresi sesuai peran yang dimainkannya.
3)        Bermain drama. Kegiatan ini mirip bermain peran namun dalam lingkup yang lebih luas. Sebelum bermain drama biasanya ada latihan kelenturan otot. Selain mengandalkan stamina dan kelenturan tubuh, drama juga melatihsiswa untuk bersosialisasi. Jika siswa tampak berbakat dan berminat dapat dimasukkan di sanggar teater.
4)        Berolah raga. Misalnya berjalan di atas papan titian, berlari, melompat, berenang, buku tangkis, senam irama pada saat mata pelajaran olahraga.
5)        Mengajak siswa untuk bermain menempel-menggunting-mencocok-menjahit, dan berbagai kegiatan keterampilan lainnya.
f.         Kecerdasan Interpersonal
Cara atau metode yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal yaitu:
1)        Membuat peraturan bersama dengan teman satu kelas melalui diskusi, sehingga setiap siswa merasa memiliki peraturan tersebut. Peraturan ini dapat ditulis pada didnding kelas.
2)        Melatih siswa untuk menghargai perbedaan pendapat dengan temannya.
3)        Membuat sebuah proyek kerjasama dengan teman. misalnya, proyek membuat taman bunga di depan kelas.
g.        Kecerdasan Intrapersonal
Meningkatkan kecerdasan intrapersonal dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1)        Mengajak siswa berimajinasi menjadi tokoh sebuah cerita dalam buku. Biarkan siswa memilih peran yang ia sukai dan guru dapat terlibat dalam permainan tersebut.
2)        Membiasakan pujian terhadap siswa kita jika berprestasi, untuk membentuk konsep diri yang positif pada dirinya.
h.        Kecerdasan Naturalis
Metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan naturalis antara lain :
1)        Melakukan karya wisata alam, misalnya berjalan-jalan di alam terbuka, mengamati berbagai jenis binatang di pantai, lalu didiskusikan bersama.
2)        Memelihara hewan atau membawa hewan ke kelas dan siswa diminta untuk mengamatinya.
3)        Ekostudi, misalnya berhitung tentang spesies hewan apa saja yang hampir punah, meramalkan yang akan terjadi jika di bumi tidak ada pohon, dll.
4)        Menanam pohon di halaman sekolah dan mencatat perkembangannya, atau membuat kebun/taman sebagai proyek bersama.
5)        Guru memberikan pemahaman kepada siswa tentang pentingnya menghemat air dan membuang sampah pada tempatnya.
6)        Membuat herbarium sederhanasebagai tugas kelompok.
7)        Menonton film dokumenter tentang bencana alam, lalu didiskusikan bersama.
8)        Simulasi sederhana tentang erosi akibat hutan yang gundul.
i.          Kecerdasan Eksistensial
Cara yang dapat digunakan dalam mengembangkan kecerdasan eksistensi anak diantaranya:
1)        Mengajarkan kepada siswa untuk menerima pendapat teman pada saat berdiskusi di kelas.
2)        Mengintegrasikan kandungan ayat al-Qur’an dalam muatan seluruh materi yang sedang diperbincangkan atau dipelajari bersama, sehingga siswa dapat merenungkan aspek keimanan dari segala sesuatu yang mereka pelajari. Seperti mengintegrasikan mata pelajaran IPA tentang rangka manusia dengan ayat yang menyatakan bahwa Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (Q.S At-Tin: 4)
j.          Kecerdasan Spiritual
Model yang digunakan dalam mengembangkan kecerdasan spiritual pada siswa SD/MI adalah dengan cara:
1)        Membiasakan berdo’a setiap memulai pelajaran.
2)        Mengajarkan siswa tentang tata cara sholat yang benar.
3)        Mengajarkan siswa untuk menghafal surat-surat pendek.
5.        Faktor-Faktor dalam Meningkatkan Multiple Intelligences
Aplikasi teori multiple intelligences atau kecerdasan ganda dalam aktivitas pembelajaran memerlukan dukungan dari setiap komponen sistem sekolah, diantaranya adalah:
a.         Orang tua
Orang tua sebagai salah satu komponen masyarakat perlu memberikan dukungan yang optimal agar implementasi teori kecerdasan ganda di sekolah dapat berhasil. Orang tua, dalam konteks pengembangan kecerdasan ganda perlu memberikan sedikit kebebasan pada anak mereka untuk dapat memilih kompetensi yang ingin dikembangkan sesuai dengan kecerdasan dan bakat yang mereka miliki.
b.        Guru
Dalam hal ini guru memiliki peranan yang sangat penting dalam penerapan kecerdasan ganda. Oleh karena itu untuk mencapai hasil yang diharapkan maka diperlukan dua hal yang diperhatikan oleh guru yaitu:
1)        Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan siswa
Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan ganda yang dimiliki oleh siswa merupakan hal yang sangat penting. Faktor ini akan sangat menentukan dalam merencanakan proses belajar yang harus ditempuh oleh siswa. Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengenali kecerdasan spesifik yang dimiliki oleh siswa. Semakin dekat hubungan antara guru dengan siswa, maka akan semakin mudah bagi para guru untuk mengenali karakteristik dan tingkat kecerdasan siswa.
2)        Kemampuan mengajar dan memanfaatkan waktu mengajar secara proporsional
Setelah mengetahui kecerdasan setiap individu siswa, maka langkah-langkah berikutnya adalah merancang kegiatan pembelajaran. Armstrong mengemukakan proporsi waktu yang dapat digunakan oleh guru dalam mengimplementasikan teori kecerdasan ganda yaitu:
-            30 % pembelajaran langsung
-            30 % belajar kooperatif
-            30% belajar independent
Implementasi teori kecerdasan ganda membawa implikasi bahwa guru bukan lagi berperan sebagai sumber (resources), tapi harus lebih berperan sebagai manajer kegiatan pembelajaran. Dalam menerapkan teori kecerdasan ganda, sistem sekolah perlu menyediakan guru-guru yang kompeten dan mampu membawa anak mengembangkan potensi-potensi kecerdasan yang mereka miliki. Guru musik misalnya, selain mampu memainkan instrumen musik, ia juga harus mampu mengajarkannya sehingga dapat menjadi panutan yang baik bagi siswa yang memiliki kecerdasan musikal.
c.         Fasilitas
Sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda perlu menyediakan fasilitas pendukung selain guru yang berkualitas. Fasilitas tersebut dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam meningkatkan kecerdasan-kecerdasan yang spesifik. Fasilitas dapat berbentuk media pembelajaran dan peralatan serta perlengkapan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan ganda. Contoh fasilitas pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan ganda antara lain : peralatan musik, peralatan olah raga dan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan spesifik.
d.        Sistem Penilaian
Sistem penilaian yang dilakukan oleh sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda berbeda dengan sistem penilaian yang digunakan pada sekolah konvensional. Sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda pada dasarnya berasumsi bahwa semua individu itu cerdas. Penilaian yang digunakan tidak berorientasi pada input dari proses pembelajaran tapi lebih berorientasi pada proses dan kemajuan (progress) yang diperlihatkan oleh siswa dalam mempelajari suatu keterampilan yang spesifik. Metode penilaian yang cocok dengan sistem seperti ini adalah metode penilaian portofolio, proyek mandiri, penyelesaian tugas kreatif, observasi. Sistem penilaian tersebut menekankan pada perkembangan bertahap yang harus dilalui oleh siswa dalam mempelajari sebuah keterampilan atau pengetahuan. Dengan dukungan dari semua komponen sistem sekolah, maka akan membantu meningkatkan kecerdasan ganda yang dimiliki oleh siswa.



DAFTAR RUJUKAN


Amini, Mukti. 2008. Mengembangkan Kecerdasan Majemuk. (http://muktiamini. blogspot.com, diakses tanggal 29 Oktober 2013 Jam 8.14 WIB)

Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Diana, Rachmy. Setiap Anak Cerdas! Setiap Anak Kreatif! Menghidupkan Keberbakatan dan Kreatifitas Anak. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Vol.3 No. 2, Desember 2006.

Fadli. 2010. Teori Kecerdasan Ganda dan Penerapannya dalam Kegiatan Pembelajaran. (http://fadlibae.wordpress.com, diakses tanggal 03 Oktober 2013 Jam 15.35 WIB).

Fatonah, Siti. Menumbuhkan Kecerdasan Majemuk anak dengan Mengenal Gaya Belajarmya dalam Pembelajaran IPA SD. Jurnal Al-Bidayah Vol.1 No. 2, Desember 2009.

Romlah. Psikologi Pendidikan. 2010. Malang: UMM Press.

Santrock, John W. 2007.  Perkembangan Anak. terj. Rachmawati, Mila dan Kuswanti, Anna. Jakarta: Erlangga.

Siregar, Eveline dan Nara, Hartini. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Syamsiah, Nur. Penerapan Multiple Intelegensi dalam Kegiatan Pembelajaran.  (http://www.ikippgrimadiun.ac.id/ejournal/, diakses tanggal 10 Oktober 2013 Jam 20.55 WIB).

Thobroni, Mohammad dan Mustafa, Arif. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Uno, Hamzah B. dan Kuadrat, Masri. 2009. Mengenal Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Akara.

Widayati, Sri dan Widijati, Utami. 2008. Mengoptimalkan 9 Zona Kecerdasan Majemuk Anak. Jokjakarta: Luna Publisher.
Wulandari, Agtri. 2012. Kecerdasan Ganda (Multiple Intelegence) (http://agtri-wulandari.blogspot.com, diakses tanggal  03 Oktober 2013 Jam 21.02)